Indonesia mempunyai cadangan nikel sebanyak 30% dari yang ada di dunia menurut US Gelogical Survey (2020). Selama ini, Indonesia diketahui mengekspor bijih nikel mentah dan malah mengimpor barang jadi nikel. Dan akhirnya, Indonesia memanfaatkan pengembangan sektor perindustrian ini menjadi lebih baik lewat hilirisasi industri nikel.
Dan salah satu upaya hilirisasi industri adalah Indonesia mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Pasalnya, bijih nikel bisa diolah menjadi produk-produk turunan, baik yang setengah jadi hingga produk jadi dengan hilirisasi.
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dengan tegas menyatakan bahwa meskipun kebijakan ini digugat oleh Uni Eropa ke WTO (World Trade Organization), bukanlah merupakan suatu masalah.
Jokowi mengaku akan terbuka dengan negara-negara luar soal pasokan nikel tetapi dengan syarat, negara-negara global bisa memboyong pasokan nikel bila mengolahnya terlebih dahulu di Tanah Air.
“Kalau ingin nikel silakan, tapi datang bawa pabriknya ke Indonesia, bawa industrinya, bawa teknologinya ke Indonesia,” ungkap Presiden Joko Widodo saat hadir di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) secara virtual, Rabu (24/11/2021).
“Tidak sampai barang jadi juga tidak apa-apa kok. Setengah jadi juga boleh nanti baterainya dikerjakan di sana silakan, mobilnya di kerjakan di sana silakan,” lanjut Jokowi.
Negara Asia yang Akhirnya Investasi di Industri Kendaraan Listrik
Tetapi di saat Indonesia sudah mengembangkan industri mobil listrik, terlebih dengan didirikannya pabrik baterai kendaraan listrik, akan lebih efisien apabila proses pengolahan nikel seluruhnya dikerjakan di industri Tanah Air.
Seperti 2 negara luar yang tak masalah dengan larangan ekspor nikel dan akhirnya investasi di industri kendaraan listrik Indonesia yaitu Korea Selatan dan Tiongkok. Perusahaan LG asal Korsel tersebut telah mengeluarkan investasi sebesar Rp142 triliun di pembangunan Karawang New Industry City (KNIC), pabrik industri baterai kendaraan listrik Indonesia yang dibangun di Karawang. Ada juga investasi dari CATL asal Tiongkok yang berinvestasi sebesar US$5,2 miliar atau Rp75,4 triliun.
Negara Eropa dapat mencontoh dua negara Asia yang bersedia mengikuti permintaan Indonesia untuk turut mengembangkan industri kendaran listrik di Tanah Air. Bila dirasa memindahkan pabrik terlalu ribet, hanya dengan ikut menanamkan modal atau investasi, negara-negara global juga bisa menikmati hasil dari industri kendaraan listrik Indonesia.